Senin, 13 Juli 2009

Urgensi Jaringan Dakwah Di Era Global

Urgensi Jaringan Dakwah Di Era Global

Sebagus apa pun sebuah agama atau ajaran, tidak akan memiliki arti dan manfaat jika hanya tersimpan dalam ide dan pikiran pemiliknya, tanpa disebarkan dan disiarkan kepada orang lain. Semuanya akan tinggal menjadi puing-puing yang tidak bernilai dan tidak bermanfaat. Karena itu, penyebaran dan penyiaran Agama Islam sebagai petunjuk hidup yang autentik, komprehensip, dan rasional adalah salah satu dari inti perintah penting Allah swt. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa penyiaran Agama Islam dewasa ini tertinggal dibandingkan dengan penyiaran agama, konsep, dan ide lain.

Tampaknya, salah satu faktor ketertinggalan ini adalah sistem penyiaran Agama Islam kalah cepat daripada sistem penyiaran agama dan konsep lain itu, terutama di bidang jaringan informasi dan jaringan kerja. Dakwah Islam belum banyak menggunakan internet, homepage, serta media massa elektronik dan cetak. Zionisme, sekularisme dengan liberalisme dan humanismenya sudah banyak memanfaatkannya. Bahkan, untuk menyiarkan pahamnya, mereka sudah membangun jaringan yang luas dan rapi.

Pada tahun 1970, seorang futulog, Alvin Toffler menulis sebuah buku yang berjudul, Future Shock. Dalam buku ini, ia mengidentifikasi perkembangan peradaban manusia ke dalam tiga gelombang (wave), yaitu (1) gelombang pertanian, (2) gelombang industri, dan (3) gelombang informasi. Dalam gelombang atau fase pertanian, orang yang paling menguasai tanah adalah orang yang paling berpengaruh. Dalam fase industri, orang yang paling menguasai industri adalah orang yang paling berkuasa. Sementara dalam fase informasi, orang yang paling menguasai informasi dunia adalah orang yang paling menguasai kehidupan.

Pada tahun 1980-an, futulog, John Naisbitt menulis buku Megatrends. Dalam buku ini, ia mengidentifikasi sepuluh kecenderungan manusia modern. J. Naisbitt menempatkan peralihan masyarakat industri menuju masyarakat informasi sebagai kecenderungan pertama dari sepuluh kecenderungan dimaksud. Peralihan dari organisasi sistem hierarki kepada sistem jaringan menempati kecenderungan ke delapan. Pada tahun 1966, J. Naisbitt membuat sebuah buku yang secara khusus membahas delapan kecenderungan yang terjadi dan akan terus berkembang di Asia dengan judul Megatrends Asia. Kecenderungan petama adalah peralihan keadaan negara-bangsa kepada sistem jaringan. Sampai di sini, ada dua kata kunci yang perlu dicermati, yaitu, informasi dan jaringan. Untuk dapat bersaing ke depan, harus membangun informasi dan jaringan.

Pradiksi-pradiksi para pakar di atas, sekarang dapat dirasakan. Jumlah anggota negara-negara Asian sudah bertambah. Demikian juga persekutuan-persekutuan negeri-negeri di berbagai belahan dunia terus merapatkan barisan. Keadaan ini membuktikan bahwa sebuah negara sudah merasakan ketidakmampuannya untuk menghadapi persaingan eknomi dan politik secara sendirian, melainkan harus melalui kerjasama dengan negara-negara tetangganya atau yang sepaham dengannya.

Kegiatan penyiaran Agama Islam adalah bagian dari kegiatan dunia. Bagi seorang dai, penyampaian kebenaran Islam kepada umat merupakan sebuah kewajiban. Secara khusus, memperbaiki dan meluruskan aliran dan paham sesat yang tumbuh subur dan semarak di kalangan umat Islam Indonesia merupakan usaha yang harus dilakukan. Dalam usaha menyiarkan dakwah dan mengempang lahir dan berkembangnya aliran dan paham sesat pada zaman modern tidak bisa lagi dilakukan secara perorangan atau sebuah lembaga seperti MUI secara sendirian. Di era global, keberhasilan dakwah Islam sangat membutuhkan jaringan. Jaringan berarti hubungan horizontal dan vertikal antar sejumlah elemen atau lembaga. Jaringan ini berfungsi sebagai saluran informasi secara timbal balik untuk tujuan bersama melalui tindakan tertentu. Semakin luas bentuk sebuah jaringan semakin efektif usaha yang dilakukan untuk keberhasilan program.

Urgensi jaringan bidang informasi dengan dakwah Islam didasarkan kepada tiga prinsip berikut. Pertama, prinsip kewajiban dakwah serta amar makruf dan nahi munkar. Kedua, prinsip mencari kebenaran. Ketiga, perintah ta’awun, yakni kerjasama dalam berbuat baik.

Prinsip wajib dakwah didasarkan kepada Alquran surat an-Nahl: 125 yang artinya, ”Ajaklah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik.” Alquran surat Ali Imran: 104 memerintahkan melakukan dakwah dan amar makruf serta nahi munkar. Dalam surat Ali Imran: 110 Allah juga menyatakan umat Islam sebagai umat terbaik karena melakukan amar makruf dan nahi munkar.

Prinsip mencari kebenaran didasarkan kepada lima ayat pertama dari surat al-’Alaq dan sejumlah hadis yang mewajibkan menuntut ilmu. Perintah mencari kebenaran didasarkan kepada surat al-Hujurat: 6. Dalam ayat ini Allah memerintahkan menyelidiki berita yang benar. Dalam menyampaikan dakwah, seorang dai harus menguasai ilmu yang hendak disampaikannya. Di antara ciri dai yang berhasil dalam dakwahnya adalah cinta ilmu dan informasi sehingga penjelasan yang disampaikannya akurat dan argumentatif. Di era global, agen berita ada di mana-mana. Agen-agen ini akan menyiarkan berita yang dipasok. Berita yang disiarkan tergantung kepada sumber pemasok. Dalam memasukkan berita, dakwah Islam sangat kurang dan selalu terlambat karena tidak menggunakan teknologi informatika. Lebih dari itu, zionisme, komunisme, dan sekularisme menggunakan taktik dan strategi yang canggih dengan cara licik. Mereka membungkus konsep dan ide mereka dengan baju agama dan didukung dengan kekuatan material. Karena itu tidak sedikit orang Islam yang Islamnya belum terdefinisi terkecoh dan tergiur dengan propaganda mereka. Bahkan, orang Islam yang lemah iman mudah menerimanya dan bahkan menyiarkannya pula. Informasi tentang fenomena seperti ini sulit terdeteksi tanpa melalui jaringan informasi yang terkordinir. Tanpa informasi dini, usaha antisipasinya pun tidak mungkin dilakukan.

Prinsip ta’awun (kerjasama) didasarkan atas surat al-Maidah: 2 yang memerintahkan manusia agar toloong-menolong dan kerjasama dalam memperjuangkan kebajikan.

Dengan demikian, jaringan dimaksudkan di sini adalah jaringan kerjasama dengan pihak-pihak atau lembaga-lembaga di berbagai daerah dan negeri untuk merealisasikan program dakwah dan mengantisipasi paham sesat dan berbahaya. Dakwah Islam sudah saatnya membangun jaringan yang luas, rapi, dan terkordinir. Jaringan ini tidak cukup sebatas kota dan daerah, tetapi juga melampaui batas-batas negara. Sebab, tantangan dan ancaman dakwah dewasa ini juga merupakan gerakan global. Jaringannya pun luas dan dinamis. Untuk memenangkan pertarungan, dakwah Islam harus menggunakan jaringan yang lebih luas dan lebih dinamis. Paling tidak, dakwah Islam memliki jaringan yang sama dengan mereka.

Membangun jaringan yang besar bukanlah pekerjaan sim salabim. Membangun jaringan dakwah Islam harus secara bertahap dengan skala prioritas. Langkah pertama adalah membangun jaringan dengan lembaga-lembaga sejenis dan satu visi, seperti dengan sesama lembaga dakwah dan ormas Islam. Kemudian, membangun jaringan dengan lembaga yang tidak sejenis, tetapi satu visi, seperti lembaga-lembaga pendidikan Agama, lembaga riset, dan lembaga informasi yang bernuansa Islam. Selanjutnya, dengan lembaga yang tidak sejenis dan mungkin tidak satu visi, seperti Perkebunan dan BUMN yang mungkin bisa memberikan dukungan dana, Kejaksaan dan Kepolisian yang diharapkan mendukung pembangunan mental spiritual serta membasmi ajaran-ajaran sempalan. Seterusnya dengan lembaga-lembaga di luar negeri. Semakin luas jaringan ini semakin besar efektifitasnya.

Sebagai gambaran umum penguasaan informasi alam maya melalui internet, Israel memegang rekor. Catatan waktu terbanyak saat online, Israel memimpin dengan rata-rata pengguna menghabiskan 57,5 jam online selama satu bulan, dua kali lebih besar dibandingkan dengan penggunaan waktu rata-rata orang di AS. Makanya penyebaran ide zionisme efektif. Setelah Israel dan AS, yang menduduki lima besar dalam kategori tersebut adalah Finlandia, Korea Selatan, Belanda, dan Taiwan. Demikian juga dengan paham liberal Islam menyebar dengan cepat melalui JIL-nya. Sekarang ada juga Jaringan Islam Kampus (JARIK). Dari uraian ini dapat dipahami betapa perlunya membangun jaringan untuk lebih mengefektifkan kegiatan penyiaran Agama Islam dan mengantisipasi tantangan yang mengancamnya di masa depan. (Prof. Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA/Ketua Majelis Syura Dewan Da’wah Provinsi Sumatera Utara)

Dakwah Suatu Keniscayaan

Allah bangga dengan hamba-Nya yang senantiasa berdakwah di jalan-Nya. Firman Allah, “Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh dan berkata, “Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri?” (Fushshilat:33) Perhatikan betapa Allah telah menegaskan bahwa perkataan yang paling baik adalah perkataan para dai. Sebab mereka tidak berkata kecuali ajarannya. Setiap kalimat yang mereka ucapkan semata untuk menyebarkan kebaikan, dan kedamaian bagi manusia.

Saudaraku, sungguh kita hidup di zaman di mana tangan-tangan kebatilan bekerja keras untuk merusak tatanan. Mereka gerogoti aqidah muslim dengan menyebarkan khurafat melalui film-film yang mengagungkan para dukun. Mereka rusak ekonomi dengan sistem ribawi. Mereka cemari budaya budaya dengan tebar budaya pornografi agar tidak ada perbedaan antara manusia dengan binatang. Mereka raih media dengan menawarkan hiburan yang menggerogoti akhlaq dan moral generasi muda. Orang diajak tertawa dalam rentetan hiburan yang tidak bermakna. Padahal ulama mengatakan bahwa tertawa mematikan hati.

Saudaraku, ketahuilah bahwa Allah menegakkan alam ini dengan sistem yang sangat rapi. Para ahli astronomi menemukan fakta-fakta ilmiah bahwa seandainya matahari bergeser dari posisinya menjadi lebih dekat ke bumi, barang satu centimeter, niscaya bumi akan terbakar. Atau sebaliknya jika ia bergeser lebih jauh dari bumi barang satu centimeter, bumi akan beku. Perputaran siang dan malam yang dengannya Allah bersumpah dalam Al-Qur’an, “Wallaili idzaa yaghsya wan nahaari idzaa tajalla (Al-Lail:1-2), adalah bukti kerapian sistem alam ini. Tidak hanya untuk alam, untuk manusia Allah juga meletakkan sistem dan aturan. Nabi dan rasul dipilih untuk mengajak manusia mengikuti sistem dan aturan ilahi. Bila manusia melakukan penyimpangan, ia pasti akan mendapatkan akibatnya, cepat atau lambat. Al-Qur’an menyebutkan penyimpangan tersebut dengan istilah thagha (melampaui batas). Lihatlah kesudahan kaum Aad, Tsamud dan Firaun beserta tentaranya.

Jalan dakwah adalah keniscayaan. Setiap diri yang mengaku muslim hendaknya berdakwah. Berdakwah bukan hanya berceramah seperti yang banyak orang pahami. Rasulullah saw. pernah bersabda kepada Ali bin Abi Thalib r.a, “Mengajak satu orang kepada hidayah Allah itu lebih baik bagimu dari harta yang sangat kau banggakan. Rasulullah saw. menegaskan bahwa mengajak satu orang kepada kebaikan adalah dakwah. Maka dengan ini kegiatan dakwah tidak hanya terbatas pada kegiatan berceramah. Melainkan ia lebih berupa kegiatan menggunakan segala kemampuan, fasilitas dan kemungkinan lainnya untuk mempengaruhi orang lain agar taat kepada Allah. Orang bisa berdakwah dengan segala kemampuannya, menulis buku, berkomunikasi dengan orang lain dan lain sebagainya.

Ingat, dakwah adalah keniscayaan. Tanpa dakwah agama akan hilang. Tanpa dakwah kemanusiaan akan hancur. Selamat di dunia maupun di akhirat tidak ada pilihan kecuali dengan berdakwah di jalan Allah.

Berdakwahlah seperti ini.....

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (An-Nahl: 125)

Ayat ini berisi panduan khusus mengenai bagaimana berdakwah yang cerdas. Sekalipun dakwah kepada Allah merupakan amal shalih, tetapi seorang aktivis dakwah dalam mengerjakan tugasnya tidak boleh asal-asalan. Sekadar bermodal keyakinan bahwa Allah pasti menolongnya. Tidak, tidak demikian seharusnya seorang aktivis dakwah. Aktivis dakwah harus cerdas dalam menjalankan tugasnya. Sebab, kerja dakwah bukan pekerjaan biasa. Ia pekerjaan yang sangat mulia, menuntut perhatian khusus dan cara-cara penyampaian yang kreatif. Jika tidak, dakwah akan berjalan di tempat. Namanya saja disebut dakwah, sementara pengaruhnya sangat tumpul.

Benar, berdakwah kepada Allah merupakan pekerjaan yang sangat mulia. Sebab, yang memerintahkannya adalah Allah yang Maha Agung. Perhatikan kata ud’u ilaa sabiili rabbika (serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu), ini menunjukkan bahwa tugas dakwah datang langsung dari Allah swt. sebagai bukti pentingnya tugas tersebut. Rasulullah saw. yang menerima tugas ini telah melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Seluruh hidupnya bila kita pelajari secara mendalam, tidak lebih dari cerminan dakwah kepada Allah. Setelah Rasulullah wafat tugas dakwah ini secara otomatis dioper alih kepada umatnya. Karenanya Allah berfirman, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali Imran:110)

Tidak bisa dipungkiri bahwa berdakwah di jalan Allah pasti akan berhadapan dengan tantangan yang sangat berat. Renungkan kata ilaa sabiili rabbika, di sini Anda akan mendapatkan kesan bahwa tugas utama manusia sebenarnya adalah mengikuti jalan Allah swt. Tetapi karena setan bekerja keras untuk membuat manusia tergelincir, akhirnya banyak dari manusia yang keluar dari jalan Allah. Seorang aktivis dakwah yang cerdas hendaknya senantiasa berusaha untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar. Tentu saja di sini maksudnya bukan hanya orang kafir, melainkan banyak juga orang-orang Islam yang lemah iman ikut juga tergelincir. Karenanya, fokus utama dakwah selain mengislamkan orang-orang kafir, juga mengembalikan orang-orang Islam ke porosnya yang benar. Untuk ini sangat dibutuhkan langkah-langkah cerdas. Al-Qur’an –sebagaimana pada ayat di atas– mengajarkan tiga langkah, dengannya dakwah akan menjadi efektif di manapun disampaikan:

Berdakwah Dengan Hikmah

Hikmah menurut banyak ahli tafsir adalah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Di dalam kata hikmah terkandung makna kokoh. Allah berfirman: kitaabun uhkimat aayaatuhu. Dikatakan kepada sebuah bangunan yang kokoh: al binaa’ul muhkam. Bila kata hikmah digandengkan dengan dakwah maksudnya di sini adalah bahwa dakwah tersebut dilakukan dengan sungguh-sungguh, tidak pernah kandas di tengah jalan. Ia terus berjalan dalam kondisi apapun. Aktivisnya tidak pernah kenal lelah. Segala kemungkinan yang bisa diterobos demi tegaknya kebenaran ditempuhnya dengan lapang dada.

Di dalam kata hikmah juga terkandung makna bijak (wisdom). Dakwah yang bijak menurut Ustadz Sayyid Quthub adalah yang memperhatikan situasi dan kondisi dari para mad’u (objek dakwah). Sejauh mana kemampuan daya serap yang mereka miliki. Jangan sampai tugas-tugas yang diberikan di luar kemampuan si mad’u. Sebab, kesiapan jiwa masing-masing mad’u berbeda. Diupayakan setiap satuan tugas yang diberikan sejalan dengan kapasitas intelektual dan spiritual mereka (lihat fii dzilaalil Qur’an, Sayyid Quthub vol.4, hal.2202). Perhatikan bagaimana Allah menurunkan Al-Qur’an tidak sekaligus, melainkan secara bertahap dalam berbagai situasi dan kondisi: pertama kali mengenai ayat-ayat keimanan. Karenanya surat-surat periode Makkah lebih terkonsentrasi kepada masalah keimanan. Baru setelah hijrah ke Madinah, di mana iman para sahabat telah kokoh, Allah turunkan ayat-ayat tentang syariat.

Siti A’isyah r.a. pernah mengomentari masalah ini dengan sangat mengagumkan, bahwa sesungguhnya yang pertama kali Allah turunkan adalah ayat-ayat mengenai iman kepada Allah swt. Baru setelah iman para sahabat kuat, diturunkan ayat-ayat tentang halal-haram. Lalu Aisyah berkata: Seandainya yang pertama kali Allah turunkan adalah larangan: jangan kau minum khamer, niscaya mereka akan menjawab: kami tidak akan meninggalkan khamer selamanya. Dan seandainya yang pertama kali Allah turunkan adalah larangan: jangan kau berzina, niscaya mereka akan menjawab: kami tidak akan meninggalkan zina selamanya (HR. Bukhari, no. 4609).

Dalam rangka ini pula ayat-ayat mengenai larangan minum khamer tidak langsung sekaligus, melainkan melalui empat tahap: Tahap pertama Allah memberikan isyarat bahwa barang-barang yang memabukkan itu bukan rezki yang baik: “Dan dari buah korma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 67). Pada tahap kedua, Allah berfirman: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfa`at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa`atnya”. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir. (Al-Baqarah: 219) Di sini Allah menerangkan bahwa khamer itu sebenarnya berbahaya besar. Kalaupun ada manfaatnya, itu hanya dari segi perdagangan saja, sementara bagi kesehatan ia sangat membahayakan.

Tahap Ketiga, Allah melarang seseorang yang mabuk karena khamer untuk melakukan shalat, tetapi minum khamernya masih belum dilarang. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (An-Nisa’: 43). Di dalam ayat ini secara tidak langsung terkandung pengharaman minum khamer. Tetapi masih belum ditegaskan. Baru setelah tahapan itu semua, pada tahap keempat, Allah menegaskan bahwa khamer haram hukumnya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Al-Maidah: 90-91)

Jelas sekali bahwa metodologi Al-Qur’an dalam mengembalikan manusia ke titik fitrahnya sungguh sangat bijak. Demikian juga seorang aktivis dakwah yang cerdas, dia selalu berjalan sebagaimana tuntunan Al-Qur’an. Maka ia tidak memaksakan kehendak dengan cara mencaci-maki dan menjelek-jelekkan orang lain yang tidak mau bergerak dalam satu fikrah (baca: visi dan misi perjuangan). Dia selalu tenang, sekalipun dicaci-maki atau dijelek-jelekan. Baginya berdakwah di jalan Allah adalah kemuliaan. Tetapi dengan syarat ilmu yang ia dakwahkan harus benar (baca: bashirah), bukan asal dakwah. Sebab di antara makna hikmah –menurut Ibn Abbas– adalah ilmu tentang Al-Qur’an (lihat mufradat alfadzil Qur’an, Ar Raghib Al Ashfahani, h.250). Jadi, tidak cukup jika hanya bermodal semangat, sementara pemikiran yang dianutnya salah. Karenanya Allah berfirman: “Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” (Yusuf: 108). Jadi, tidak disebut hikmah –sekalipun ia tenang dan bijak– jika ia mengajak kepada kesesatan dan permusuhan terhadap umat Islam yang lain.

Berdakwah Dengan Mau’idzah Hasanah

Kata wa’dz lebih dekat pengertiannya kepada makna memberikan nasihat atau pelajaran. Imam Al-Asfahani menerangkan bahwa wa’dz bermakna zajrun muqatrinun bit takhawiif (peringatan digabung dengan kabar penakut). Pengertian lain menjelaskan bahwa wa’dz juga bermakna peringatan dengan kebaikan yang bisa menyentuh hati. Dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang menggunakan kata wa’zd untuk makna tersebut, di antaranya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu (ya’idzukum) agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (An-Nahl: 90). Dalam surat Yunus 57: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran (mau’idzah) dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” Dalam surat Ali Imran 138: (Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran (mau’idzah) bagi orang-orang yang bertakwa.

Ketika digabung dengan sifat hasanah, maka makna mau’idzah hasanah menjadi pelajaran atau nasihat yang baik. Nasihat yang menyentuh hati dan melembutkannya. Seorang aktivis dakwah yang cerdas selalu menyampaikan apa yang di hatinya. Tidak dibuat-buat, dan tidak pula membuat orang-orang semakin bingung dan ketakutan. Banyak sekali contoh-contoh yang menunjukkan bahwa berdakwah dari hati ke hati sangat besar pengaruhnya terhadap orang lain. Sebuah ungkapan terkenal menarik untuk dikutip di sini bahwa: “apa yang datang dari hati akan sampai ke hati” (maa jaa’a minal qalbi yashilu ilal qalbi).

Bila kita telusuri secara mendalam, Al-Qur’an selalu menggunakan cara ini dalam menyampaikan kebenaran. Hal yang sangat jelas adalah kisah-kisah yang disampaikan Al-Qur’an mengenai umat terdahulu selalu memberikan pelajaran yang sangat mahal bagi umat manusia. Allah swt. tidak pernah bosan mengulang-ulang kisah kaum ‘Aad, Tsamud, dan Fir’un, supaya manusia yang hidup sesudahnya tidak mengikuti perbuatan mereka. Tidak hanya itu, mengenai hari kiamat, surga, dan neraka, selalu Allah ulang-ulang dalam setiap surat-surat Al-Qur’an. Itu tidak lain agar manusia terketuk hatinya lalu bergerak mengisi usianya dengan amal shalih. Perhatikan bagaimana cara ini telah demikian jauh menukik ke dalam hati manusia dari masa ke masa, sehingga banyak dari mereka yang tersadarkan lalu bertaubat dan kembali ke jalan yang benar.

Silakan baca hadits-hadits Rasulullah saw., Anda akan mendapatkan banyak contoh mengenai mau’idzah hasanah yang beliau sampaikan. Bahkan, bisa dikatakan bahwa semua hadits-hadits Rasulullah saw. adalah mau’idzah hasanah. Rasulullah saw. tidak pernah berpesan kecuali kebaikan dan kebenaran yang mengajak kepada keimanan kepada Allah dan ketaatan kepadaNya, menjauhi segala laranganNya dan senantiasa menegakkan akhlak mulia dalam kehidupan bermasyarakat “wamaa yanthiqu ‘anal hawaa in huwa illaa wahyun yuuhaa (dan tiadalah yang diucapkannya itu –Al-Qur’an– menurut kemauan hawa nafsunya) (An-Najm: 3).

Berdialog Dengan Cara Yang Lebih Baik

Langkah berikutnya adalah wajaadilhum billatii hiya ahsan. Kata wajadilhum (bantahlah) menunjukkan agar seorang aktivis dakwah senantiasa meluruskan pandangan yang salah, dan menolak setiap pendapat yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tetapi cara menolaknya harus dengan cara yang cerdas, dalam arti lebih baik dari cara mereka billatii hiya ahsan. Sebab jika tidak, penolakan itu akan menjadi tidak berguna. Bahkan, tidak mustahil akan menyebabkan mereka semakin kokoh dengan kebatilan yang mereka tawarkan.

Simaklah perintah Allah swt. kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, ketika hendak menghadapi Fir’aun. Di sini Allah swt mengajarkan sebuah cara yang sangat baik. Allah berfirman: “Pergilah kamu berdua kepada Fir`aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Thaha: 42-43). Di sini nampak bahwa di antara cara efektif untuk meluruskan pemahaman orang lain, adalah tidak cukup dengan hanya hujjah-hujjah yang kuat, melainkan lebih dari itu harus ditopang dengan cara penyampaian yang lembut, tidak menghina dan mencerca. Bahkan tidak sedikit kebenaran yang ditolak hanya karena penyampaiannya tidak menarik. Dan berapa banyak kebatilan yang diterima hanya karena disampaikan dengan tenang, memukau, meyakinkan, dan menarik hati.

Di antara makna billatii hiya ahsan adalah ia menjauhi pembicaraan yang merendahkan orang lain. Sebab baginya maksud utama bukan menjatuhkan atau mengalahkan lawan, melainkan mengantarkannya kepada kebenaran. Perhatikan Rasulullah saw. ketika suatu hari datang seorang anak muda berkata: “Wahai Nabi izinkan aku berzina?” (orang-orang ketika itu berteriak. Tetapi Rasulullah saw. minta agar anak muda tersebut mendekat, sampai duduk di sampingnya). Lalu Rasulullah bertanya, “Jika ada orang mau berzina dengan ibumu, kamu terima?” “Tidak, bahkan aku siap mati karenanya,” jawab anak muda. Rasulullah menjawab, “Demikian juga orang lain. Tidak ada yang rela jika ibunya dizinai. Bagaimana jika ada orang mau berzina dengan saudarimu, kamu terima?” “Tidak, bahkan aku siap mati karenanya,” jawab anak muda. Rasulullah menjawab, “Demikian juga orang lain. Tidak ada yang rela jika saudarinya dizinai.” Lalu Rasulullah meletakkan tangannya ke dada anak muda itu, dan berdo’a, “Ya Allah, sucikanlah hatinya, ampunilah dosanya, jagalah kemaluannya.” Maka sejak itu tidak ada yang lebih dibenci oleh anak muda tersebut selain perzinaan.

Supaya para aktivis dakwah selalu tenang dan tidak emosional dalam menghadapi berbagai tantangan, Allah swt. menutup ayat di atas dengan penegasan: “Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Maksudnya, Allah sebenarnya mengetahui siapa yang sesat dan siapa yang mendapatkan petunjuk, adapun berdialog dengan mereka itu hanyalah sebuah usaha manusiawi, siapa tahu cara tersebut beirama dengan ketentuan-Nya. Toh kalaupun ternyata segala cara yang paling cerdas kita tempuh secara maksimal, tetapi ternyata masih juga belum tercapai target yang diinginkan, segeralah kembali kepada ayat: “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Al-Qashash: 56). Dalam surat Al-Baqarah ayat 272: Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.

Senin, 15 Juni 2009

MANAJEMEN DAKWAH KAMPUS

Manajemen semula digunakan dalam dunia bisnis, industri dan bidang-bidang usaha lainnya. Kini hampir seluruh bidang yang melibatkan orang banyak memerlukan ilmu manajemen guna terlaksana mekanisme yang baik. Dalam mengurus dakwah kampus, ilmu manajemen juga diperlukan agar pengelolaan dakwah kampus bisa dilaksanakan semaksimal mungkin dengan hasil yang besar.

Oleh karena itu, ilmu manajemen sangat diperlukan dalam kita mengelola dakwah kampus pada saat ini, sehingga dakwah kampus bisa terus berjalan dan bisa berperan sebagai salah satu pusat perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik.

PENGERTIAN

Secara harfiah, dakwah kampus artinya Mengajak manusia kepada Allah dengan hikmah dan pelajaran yang baik sehingga manusia tersebut keluar dari kondisi jahiliyyah (kebodohan) menuju kepada Islam dengan kampus sebagai pusat kegiatannya

Adapun manajemen berasal dari bahasa Inggris, dari kata "to manage" yang artinya mengurus, membimbing atau mengawasi. Manajemen adalah usaha mencapai tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain yang dilakukan oleh seorang pemimpin.

Dari pengertian da'wah kampus dan manajemen, kita bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa, manajemen dakwah kampus adalah usaha mencapai tujuan memakmurkan dakwah kampus melalui kerjasama (amal jama'i) dari pengurus dakwah kampus dengan melibatkan masyarakat sekitarnya dengan kampus pusat perubahannya.

URGENSI MANAJEMEN DAKWAH KAMPUS

Manajemen dalam pengurusan dakwah kampus mempunyai arti yang sangat penting. Bila dakwah kampus dikelola tanpa menggunakan manajemen yang rapi, maka tidak mungkin tujuan yang sebenar-benarnya tercapai.

Karena itu manajemen dakwah kampus erat kaitannya dengan kepemimpinan (leadership). Pengurus dakwah kampus tentunya memerlukan seorang ketua atau pemimpin. Seorang pemimpin yang disamping harus seorang yang shaleh dengan aqidah yang salimah dan akhlak yang karimah, haruslah seorang yang memiliki beberapa hal :

1. Berpandangan jauh ke masa depan.

2. Bersikap dan bertindak bijaksana.

3. Berpengetahuan dan berwawasan yang luas.

4. Bersikap dan bertindak adil.

5. Memiliki pendirian yang teguh.

6. Berkeyakinan bahwa misinya akan berhasil.

7. Memiliki kondisi fisik yang baik.

8. Mampu berkomunikasiyang baik.

FUNGSI MANAJEMEN DAKWAH KAMPUS

Secara umum manajemen, termasuk manajemen dakwah kampus memiliki empat fungsi :

1. Planning.

Segala aktivitas, apalagi aktivitas yang besar sangat sangat diharuskan adanya planning (perencanaan). Dalam kaitannya dengan pengelolaan dakwah kampus, bila perencanaan dilaksanakan dengan matang, maka kegiatan dakwah kampus yang dilaksanakan akan berjalan secara terarah, teratur, rapih serta memungkinkan dipilihnya tindakan-tindakan yang tepat sesuai dengan situasi dan kondisi. Dengan perencanaan yang didahului oleh penelitian, lebih memungkinkan persiapan yang lebih matang, baik menyangkut tenaga sdm, fasilitas yang diperlukan, biaya yang dibutuhkan, metode yang akan diterapkan dan lain-lain.

Tanpa perencanaan yang matang, biasanya aktivitas tidak berjalan dengan baik, tidak jelas kemana arah dan target yang akan dicapai dari kegiatan itu serta sulitnya melibatkan orang yang lebih banyak. Keharusan melakukan perencanaan bisa kita pahamidari firman Allah yang artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah siap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan" (QS. 59 :18).

2. Organizing.

Di atas sudah disinggung bahwa tugas-tugas da'wah yang demikian banyak tidak mungkin bisa dilaksanakan oleh seorang diri atau hanya beberapa orang saja, karena itu diperlukan pembagian tugas yang jelas yang dalam istilah ilmu manajemennya disebut pendelegasian wewenang dan menetapkan serta menyusun jalinan hubungan kerja. Pengorganisasian ini punya arti penting guna menghindari terjadinya penumpukan kerja, tumpang tindih dan kevakuman personil dalam menjalankan aktivitas.

Dalam kaitan ini perlu diperhatikan apa yang disebut prinsip-prinsip manajemen, antara lain :

a. Pembagian kerja, dengan memberi tugas pada seseorang sesuai denga keahliannya, pengalaman, kodisi fisik, mental serta akhlaknya.

b. Pemberian wewenang dan tanggung jawab kepada orang yang telah diberi pekerjaan, hal ini harus diberikan secara jelas dan tegas, antara keduanya harus seimbang sehingga setiap orang bisa memberikan tanggang jawab sesuai wewenang yang bisa diberikan kepadanya.

c. Kesatuan komando (perintah), yang datangnya dari satu sumber yaitu pimpinan agar seseorang tahu dan jelas kepada siapa dia bertanggang jawab.

d. Tertib dan disiplin, ini merupakan salah satu kunci utama bagi berhasilnya tujuan yang hedak dicapai. Dalam kaitan ini seorang pemimpin juga harus mampu memberikan contoh kedisiplinan kepada bawahannya, misalnya dia telah menetapkan waktu untuk rapat maka sang pemimpin harus datang tepat pada waktunnya, bila seorang pemimpin tidak disiplin, maka bawahannya juga akan mengikuti sikap yang demikian.

e. Memiliki semangat kesatuan, sehingga dengan semangat kesatuan itu akan bekerja dengan senang hati, saling membantu sehingga dapat terjalin kerja sama yang baik, dengan ini pula maka setiap personil memiliki inisiatif untuk memajukan da'wah.

f. Keadilan dan kejujuran. Seorang pemimpin harus berlaku adil pada bawahannya dan seorang bawahan harus jujur, jangan sampai dia tidak melaksanakan tugas karena alasan-alasan yang tidak rasional, begitupun seorang pemimpin kepada bawahannya

g. Koordinasi (menghimpun dan mengarahkan kegiatan, sarana dan alat organisasi), integrasi(menyatukan kegiatan berbagai unit) dan sinkronisasi (menyesuaikan berbagai kegiatan dari unit-unit guna keserasian dan keharmonisan).

Bila prinsip diatas tidak dijalankan, maka akan terjadi mismanajemen yang diantaranya disebabkan karena belum ada struktur organisasi yang baik, tidak sesuai antara rencana dengan kemampuan, belum adanya keseragaman metoda kerja yang baik dan belum adanya kesesuaian antara pimpinan dengan bawahan.

3. Actuating.

Fungsi ini merupakan penentu manajemen dakwah kampus. Keberhasilan fungsi ini sangat ditentukan oleh kemampuan pimpinan dakwah di kampus dalam menggerakkan da'wah. Adapun langkah-langkahnya adalah memberikan motivasi, membimbing, mengkoordinir, dan menjalin pengertian diantara mereka serta selalu meningkatkan kemampuan dan keahlian mereka.

4. Controling.

Controling merupakan pengaman sekaligus pendinamis jalannya kegiatan dakwah kampus. Dengan fungsi ini, seorang pemimpin bisa melakukan tindakan-tindakan antara lain : Pertama, mencegah penyimpangan dalam pengurusan dakwah kampus. Kedua, menghentikan kekeliruan dan penyimpangan yang berlangsung, dan ketiga, mengusahakan pendekatan dan penyempurnaan .

Langkah langkah yang harus ditempuh antara lain :

1. Menetapkan standar

2. Mengadakan pemeriksaan serta penelitian pada pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan .

3. Membandingkan antara pelaksanaan tugas dan standar

4. Mengadakan tindakan tindakan perbaikan.

Risalah Manajemen Dakwah Kampus [Revised]

rmdk-revised.jpg

Alhamdulillah, buku Risalah Manajemen Dakwah Kampus edisi revisi yang diterbitkan oleh GAMAIS PRESS, bisa antum download di sini.

Bagi kami, ilmu itu akan menjadi lebih berkah jika dapat disebarluaskan, bukan begitu?

Buku ini dipersembahkan bagi antum para aktivis Lembaga Dakwah Kampus untuk membantu dakwah di kampus antum. Bukan untuk standarisasi, tapi hanya sebatas pegangan, yang berisi masukan-masukan untuk kegiatan ke-LDK-an di kampus antum.

Semoga dengan ini, perjuangan dakwah di kampus-kampus se-Indonesia akan menjadi lebih baik. insyaAllah…..

PROLOG PEMBUKA – Tim Penulis

BAB I – Pendahuluan

BAB II – LEVELISASI DAN PRIORITAS

BAB III – KADERISASI DAN MANAJEMEN SDM LDK

BAB IV – SISTEM DAN MEKANISME ORGANISASI

BAB V – SISTEM DAN MEKANISME KESEKRETARIATAN

BAB VI – MANAJEMEN SYI’AR

BAB VII – SISTEM DAN MEKANISME KEUANGAN

BAB VIII – FUND RAISING

BAB IX – JARINGAN LEMBAGA DAKWAH KAMPUS

BAB X – AKADEMIK DAN KEPROFESIAN

EPILOG PENUTUP – Arya Sandhiyudha : Merawat Kaum Revivalis

Oia, jangan lupa pasword untuk membuka file-filenya : palestinamenang

LDK & FS LDK

Lembaga Dakwah Kampus (LDK) adalah sebuah organisasi kemahasiswaan intra kampus yang terdapat di tiap-tiap perguruan tinggi di Indonesia. Organisasi ini bergerak dengan Islam sebagai asasnya. Sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia pasti mempunyai LDK. Tiap-tiap perguruan tinggi, nama LDK bisa berbeda-beda. Kadang mereka menyebut dirinya sebagai Sie Kerohanian Islam, Forum Studi Islam, Lembaga Dakwah Kampus, Badan Kerohanian Islam, dan sebagainya.

Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) adalah wadah silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus (LDK) se-Indonesia. Sifat keanggotaan FSLDK terbuka, artinya setiap LDK berhak bergabung dengan FSLDK. Jaringan FSLDK sudah tersebar luas di seluruh nusantara. Mulai dari ujung Sumatra hingga Papua.

Di tingkat nasional, kita mengenal istilah Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus Nasional (FSLDKN). FSLDKN yang terakhir diselenggarakan di Samarinda, Kalimantan Timur pada bulan Juli 2005. Sedangkan di tingkat daerah, ada juga istilah Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus Daerah(FSLDKD).

Hingga saat ini agenda FSLDK semakin beragam, seperti pendampingan LDK, training manajemen LDK, Simposium Internasional, penyikapan isu bencana, dan sebagainya.

NASKAH DRAMA; bawang merah bawang putih

Alkisah di sebuah desa hiduplah satu keluarga yang terdiri dari: Ibu, Bapak dan seorang anak perempuan yang bernama “Bawang Putih”, mereka hidup bahagia.
Pada suatu hari musibah menimpa keluarga mereka, Ibu si Bawang Putih sakit parah. Ketika itu bapaknya sedang berdagang, Ibu si Bawang Putih tidak bisa diobati akhirnya meninggal dunia.
Si Bawang Putih sangat sedih sekali karena ditinggalkan Ibunya, sedangkan Bapak yang disayangi menikah lagi dengan wanita lain yang telah mempunyai anak perempuan yang bernama “Bawang Merah”. Bawang Putih semakin hari semakin sedih dan menderita karena disiksa oleh Ibu dan saudara tirinya.
Pada suatu hari lewatlah seorang pangeran yang tampan dia melihat Bawang Putih sedang mencuci baju di sungai, dia melihat kecantikannya dan kemudian jatuh hati padanya. Pangeran mengejar si Bawang Putih kerumahnya tetapi dihalangi oleh saudara tirinya, tapi karena kebaikan si Bawang Putih akhirnya dilamarlah oleh pangeran itu dan akhirnya mereka menikah dan hidup bahagia selamanya.

C. NASKAH DRAMA

Alkisah disebuah desa hiduplah satu keluarga yaitu Bawang Merah dan Bawang Putih, yang dalam hidupnya Bawang Putih penuh dengan siksaan dan hinaan serta omelan, hingga suatu ketika si Bawang Merah memanggil Bawang Putih dengan penuh amarah.

Babak I
1. Bawang Merah: Putih… Putih…!! kesini kamu. Kamu… harus membersihkan ruang tamu ini sampai bersih, jangan sampai ada debu-debu yang masih menempel. (sambil berkacak pinggang). Ingat ya! (menjitak kepala Bawang Putih) kalau sampai aku datang ruangan ini tidak bersih tahu sendiri nanti akibatnya! (mencebir dan membuang muka).
2. Bawang Putih : Baik, Bawang Merah! (merunduk dan pergi mangambil sapu).
3. Ibu & B. Putih : Lho, kok sepi. Bawang Putih kemana ya, kok ngak kelihatan! (sambil melihat kanan kiri) Putih… Putih… Putih…! kemana ya anak itu dipanggil-panggil gak nyaut!
4. Bapak & B. Putih: Ada apa sih bu…! (dengan perasaan tanda tanya).
5. Ibu & B. Merah : Eh…! Bapak, lho kapan Bapak yang datang kok Ibu nggak dengar Bapak ngetok-ngetok pintu. (sambil memegang tangannya).
6. Bapak dan B. Putih : E… tadi bu, memang Bapak sengaja nggak ngetok-ngetok pintu, soalnya bapak dengar Ibu berteriak-teriak memanggil-manggil Bawang Putih, Emangnya si Bawang Putih kemana bu? Dan kenapa dia? (dengan penuh keheranan).
7. Ibu & B. Merah : Oh tidak ada apa-apa pak (sambil mengelus-ngelus tangan suami) Ibu takut Bawang Putih kenapa-napa, e tak tahunya lagi istirahat dikamarnya, pak. (sambil merebah kepundaknya).
8. Bapak & B. Putih : Terima kasih ya bu, Bapak bangga sekali punya istri sebaik Ibu, dan saya sayang sekali sama Ibu juga anak kita berdua (mengelus rambut istri) kalau begitu Bapak berangkat berdagang lagi ya bu, paling disana saya 1 minggu. Ibu jaga diri baik-baik ya dan juga anak kita baik-baik, oh ya ini ada sedikit uang buat belanja (sambil menyodorkan uang). Baiklah bu Bapak berangkat dulu ya. (mengulurkan tangannya).
Ibu B. Merah : Iya pak (sambil mencium tangan Bapak) hati-hati dijalan, da…! Hem… dasar suami bodoh, kamu kira saya betul-betul mencintai kamu apa! Tidak ya, saya hanya mencintai uang dan rumah kamu ini… ha… ha… ha… (sambil menepuk-nepuk uang). Putih… putih…putih… kesini kamu! (berkacak pinggang).
9. Bawang Putih : Ya… ya… bu, ada apa bu?
10. Ibu B. Putih : Kemana aja sih kamu ha… kaman aja? (sambil menarik dan mendorong Putih) dipanggil-panggil dari tai nggak ada jawaban, kamu tuli ya… (sambil membuang muka).
11. Bawang Putih : Baik bu…! (dengan nada ketakutan).
12. Ibu B. Merah : Ya bagus, (sambil mengangguk-ngangguk kepala) sekarang kamu cuci baju itu sampai bersih mengerti? Ingat Bawang Putih, sebelum Ibu datang cucian ini dan lantai ini sudah harus bersih! Dengar….! (nada keras membentak).
Maka berangkatlah Bawang Putih ke sungai untuk mencuci baju itu, sambil menangis Bawang Putih Berkata!
13. Bawang Putih : Ya Allah, ampunilah dosa-dosa Ibu tiriku, berikanlah kekuatan dalam menghadapi cobaan ini. Ya Allah bukakanlah pintu hati Ibu tiriku dan saudara tiriku agar dia mau menyayangiku. (sambil menangis)
14. Pengawal I : Maaf tuan, e… lihat disana tuan, sepertinya ada seorang wanita. (sambil menunjuk).
15. Pengawal II : Ya benar tuan, sepertinya lagi mencuci pakaian tuan! (dengan penuh semangat).
16. Pangeran : Iya, betul-betul, tapi… sama siapa ya dia? Apa dia sendirian pengawal? (dengan penuh keheranan dan melihat kearah wanita itu, sambil berfikir) pengawal coba kalian lihat kesana…! (sambil menunjuk).
17. Pengawal I & II : Baik tuan…! (sambil mengangguk).
18. Pengawal I : Tuan, ternyata perempuan itu sendirian…!
Pengawal II : Perempuan itu cantik tuan dan kelihatannya orang baik-baik!
19. Pangeran : (Sambil mengangguk-ngangguk) Mari pengawal kita kesana…! (sambil menunjuk).
20. Pengawal I & II : Baik tuan…!
21. Pangeran : E… e… nona! (dengan gugup dan malu). Kalau boleh saya tahu nama nona siapa? Dan nona berasal dari mana? Dan kenapa pula sendirian di sungai yang sangat sepi ini…?
22. Bawang Putih : Maaf… tuan…! (sambil menjinjing rok dan mau berlari pergi).
23. Pangeran : Jangan… jangan… nona, jangan lari, saya bermaksud baik, saya lihat nona sendirian, jadi saya memberanikan diri menghampiri nona! (dengan senyuman).
24. Bawang Putih : Nama saya Bawang Putih tuan, saya berasal dari desa seberang, e… tapi maaf tuan, saya tidak bisa berlama-lama disini, saya takut dimarahi Ibu saya tuan…!
25. Pangeran : Tunggu… tunggu…! tunggu nona…! (sambil berteriak) mari pengawal kita ikuti Bawang putih itu, dimana sebenarnya rumahnya!
Kemudian berangkatlah Pangeran dan 2 pengawalnya untuk menuju rumah Bawang Putih, Pangeran merasa dialah wanita yang selalu diidam-idamkan, kemudian si Pangeran bergegas pergi ke rumah si Bawang Putih.
26. Ibu Bawang Merah : Anakku coba lihat disana, siapa itu yang datang? (dengan penuh keheranan).
27. Bawang Merah : Iya bu, sepertinya yang datang Pangeran. Aduh betapa gagahnya dan gangteng Pangeran itu. (dengan senyuman).
28. Ibu Bawang Merah : Tenang sayang, Ibu tahu kedatangan Pangeran itu ingin mencari permaisuri. (sambil memegang pundaknya).
29. Bawang Merah : Benarkah itu bu? Tolong saya bu, saya mau menjadi permaisuri Pangeran itu bu. (berloncat kegirangan).
30. Pangeran : Permisi…, permisi…!
31. Ibu Bawang Merah : Tuan…! (dengan terkejut)
E… ada apa gerangan tuan datang kegubuk kami ini, apa tuan mau mempersunting anak kami, yang cantik dan manis ini tuan? (sambil memegang dagu Bawang Merah).
32. Pangeran : Tidak…! (dengan lantang)
Saya kesini hanya untuk melamar anak ibu si Bawang Putih untuk menjadi permaisuriku. (dengan penuh senyuman).
33. Bawang Merah : Kenapa sih Pangeran lebih suka Bawang Putih dari pada saya, padahal Pangeran Bawang Putih orangnya licik sekali dan suka mempermainkan lelaki, tidak seperti saya yang baik, patuh dan setia. (sambil senyum gembira).
Lagian Pangeran Bawang Putih itu orangnya jelek tidak seperti saya cantik, manis, dan menarik, ia kan Pangeran?
34. Pangeran : E… iya-ya betul, kamu juga cantik, manis dan menarik nona, tapi sayang hati saya sudah terpikat sama si Bawang Putih, saya mohon tolong panggilkan Bawang Putih segera…!
35. Bawang Merah : Huuuh…! Bawang Putih, Bawang Putih lagi, emangnya nggak ada orang lain selain Bawang Putih, huuuh… sebel…!! (sambil menghentakkan kaki). Putih…! Puith…!!
36. Bawang Putih : Iya, mbak…!!!
37. Bawang Merah : Kesini kamu lihat ini ada Pangeran mau mempersunting kamu menjadi istrinya. (dengan mimik yang sinis penuh kebencian).
38. Pangeran : Bawang Putih, maukah kamu menjadi permaisuriku? (memberikan senyuman).
39. Bawang Putih : (Merunduk penuh senyuman dan malu-malu, berarti dia mau).
40. Ibu Bawang Merah : Maaf tuan, itu berarti tandanya Bawang Putih setuju menjadi permaisuri tuan!
41. Pangeran : Mari kesini Bawang Putih, ikutlah kamu keistanamu kamu akan aku persunting menjadi permaisuriku! (mengulurkan tangan dan menggandeng Bawang Putih pergi).
42. Bawang Putih : Ibu…! (menghampiri Ibu dan memeluknya).
Bawang Merah…! (menghampiri Bawang Merah dan memeluknya).
43. Pangeran : Baiklah bu, saya akan membawa Bawang Putih ke istanaku dan akan aku jadikan permaisuriku. (dengan senang hati).
Kalau begitu kami berangkat dulu bu, permisi…! (berjalan keluar rumah).
44. Ibu Bawang Merah : Ya tuan…!

Maka berangkatlah Pangeran dan Bawang Putih beserta pengawalnya untuk menuju istana kerajaan dan dijadikanlah Bawang Putih sebagai permaisuri, samapai akhirnya Pangeran dan Bawang Putih bahagia selamanya
“Kejahatan tidak bisa mengalahkan kebaikan, dan manusia memang mahluk paling sempurna di muka bumi, namun karna kesempurnaan itu kadang mereka lalai pada apa yang membuat mereka menjadi sempurna”.

SELESAI

NATAIJUL IBADAH

I.Mukaddimah

Allah telah menetapkan tujuan penciptaan manusia dan jin yaitu untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya :

Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzaariyat : 56)

Ibadah dalam Islam mencakup seluruh sisi kehidupan, ritual dan sosial, hablumminallah (hubungan vertikal) dan hablumminannas (hubungan horizontal), melipuli fikiran, perasan dan pekerjaan

"Katakanlah Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam". (QS. Al-An'aam : 162)

Ibadah yang benar manakala terpenuhi dua syarat,yaitu ikhlash karena Allah dan mengikuti aturan syari'at. Allah berfirman :

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun
(QS. Al Mulk : 2)

Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan ahsanu 'amala (yang terbaik amalnya) adalah akhlashuhum lillah (yang paling ikhlash karena Allah) dan atba'uhum lisysyari'ah (yang paling komitme mengikuti aturan syari'ah). Semua ibadah yang diperintahkah dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia taqwa.

II.Hakikat Ibadah

Ibnu At-Taimiyah berkata : "makna asal dari kata ibadah adalah tunduk, namun ibadah yang diperintahkan oleh syari'at adalah perpaduan antara ketaatan sempurna dan kecintaan yang penuh." Ibnu Al-Qoyyim Al-Jauziyah bekata : "Ibadah adalah gabungan antara ketaatan yang penuh dan cinta yang sempurna." Sehingga orang yang taat kepada Allah tapi tidak cinta kepada-Nya maka ia belum dikatakan beribadah

Katakanlah, "Jika bapak-bapak, anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya serta dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-NYA", dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At Taubah : 24)

Begitu pula orang yang mencintai Allah tapi tidak taat kepada-Nya maka ia juga belum dikatakan beribadah kepada Allah.

Katakanlah, "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali 'Imran : 31)


III.Nataijul Ibadah (Dampak Positif dari Ibadah)

Ibadah yang benar akan menghasilkan dan melahirkan sikap dan prilaku yang positif dalam kehidupan sehari-hari yang akan menjadi bekal dan pegangan dalam mengemban amanah sebagai hamba Allah khususnya tugas da'wah. Di antara dampak positif dari ibadah adalah sebagai berikut :

1.Meningkatnya keimanan

Ulama Ahlussunnah wal jama'ah sepakat bahwa iman mengalami turun dan naik, kuat dan lemah, pasang dan surut, menguat dengan amal shalih/ketaatan dan menurun dengan maksiat.Allah swt. berfirman :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada Allah mereka bertawakkal (QS. Al Anfaal : 2)

Oleh karenanya ibadah yang kita lakukan harus berbasis keimanan dan keikhlasan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

" Barangsiapa yang puasa di bulan Ramadhan karena iman dan ikhlas, maka diampuni dosa yang telah lalu". (HR.Bukhari)

2.Semakin kuat penyerahan diri kepada Allah

Ketika kaum muslimin menghadapi kekuatan sekutu pada perang ahzab, keyakinan mereka akan kemenangan yang dijanjikan Allah semakin mantap dan keimanan mereka semakin kuat

Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita". Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya, dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan. (QS. Al Ahzab : 22)

Ibadah yang dilandasi penyerahan diri dan ketaatan kepada Allah akan menghasilkan banyak hal positif, sebagaimana firman Allah :

(tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, Maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
(QS. Al Baqoroh : 112)

3.Ihsan dalam beribadah, yaitu الشعور بمراقبة sebagaimana Rasulullah saw. jelaskan dalam hadits :

"Ihsan adalah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya,jika kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Allah melihat kamu" (HR. Bukhari).

Ketika seorang muslim merasa diawasi Allah dalam beribadah ,maka dia berusaha maksimal melalukannya sesuai dengan petunjuk syari'at dan ikhlas karena-Nya, inilah yang dimaksud dengan ihsan di dalam surat Al-Mulk ayat 2 :

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun"

Para ahli tafsir sepakat bahwa yang dimaksud dengan amal yang lebih baik adalah amal yang mengikuti syariat dan ikhlas karena Allah. Rasulullah membahaskan dengan kata itqon seperti dalam hadits berikut ini,

Dari A'isyah ra. bahwa Rasulullah saw. Bersabda : "Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai bila seseorang diantara kamu mengerjakan suatu pekerjaan dengan itqon (profesional). (HR.Thabrani)

Kemudian Rasulullah saw menjelaskannya dengan hadits yang lain,

Dari Syaddad bin Aus ra. Berkata : bersabda Rasulullah saw., "sesunggguhnya Allah mewajibkan ihsan dalam semua urusan. Jika kamu membunuh maka bunuhlah dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan cara yang baik, asah pisaunya dan sembelihlah dengan cara yang menyenangkan binatang yang disembelih." (HR. Muslim)

4.Ikhbat (tunduk)

Ibadah yang sebenarnya manakala dilakukan karena kesadaaran dan dorongan hati, bukan formalitas dan rutinitas belaka. Tunduk dan patuh baru akan tumbuh apabila didasari pemahaman yang dalam dan keimaanan yang kuat sebagai mana firman-Nya :

"Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al Quran Iiulah yang hak dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan Sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus". (QS. Al Hajj : 54)

5.Tawakkal

Ibadah yang benar berdampak kehidupan seseorang ketika menghadapi tantangan hidup terutama tantangan da'wah. Para nabi ketika menghadapi penolakan da'wah kaum mereka, mereka menyerahkan semua itu kepada Allah, contohnya Nabi Hud as.

"Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku di atas jalan yang lurus." (QS. Hud : 56)

Syu'aib berkata : "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya aku dari pada-Nya rezeki yang baik (patutkah aku menyalahi perintah-Nya)? dan aku tidak berkehendak menyalahi kamu (dengan mengerjakan) apa yang aku larang. Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya kepada Allah aku bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah aku kembali. (QS. Hud : 88)

Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah : "Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki 'Arsy yang agung".(QS. At Taubah : 129)

6.Mahabbah (rasa cinta)

Seorang mu'min dengan beribadah dapat merasakan cinta kepada Allah dan Allah mencintainya

Dari Abu Hurairah ra. Berkata: Bersabda Rasulullah saw. "Sesungguhnya Allah berfirman : "Barang siapa yang memusuhi wali (kekasih)-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang padanya, dan tidaklah hamba-Ku melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan sesuatau yang paling Aku cintai selain melakukan apa yang telah Aku wajibkan padanya, dan hamba-Ku terus-menerus melakukan pendekatan diri kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah, sehingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku telah mencintainya maka Aku menjaga pendengaran, penglihatan, tangan (perbuatan) dan kaki (langkah) nya. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku pasti Aku kabulkan permintaanya dan jika ia memohon perlindungan, pasti Aku lindungi dia. Tidak ada sesuatu yang Aku gamang melalukannya selain mencabut nyawa seorang muslim sedangkan ia tidak menyukainya". (HR. Bukhari)

7.Roja (mengharap rahmat Allah)

Setiap Mu'min dalam beramal hanya mengharapkan rahmat Allah semata

8.Taubat

Kata-kata yang paling sering diungkapkan oleh yang beriman terutama yang aktif berda'wah di jalan Allah adalah memohom ampunan dari dosa dan kesalahan.

"Tidak ada doa mereka selain ucapan: "Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir".
(QS. Ali 'Imran : 147)

9.Berdoa
Orang yang beriman ketika beribadah selalu meminta kepada Allah, tidak meminta kepada selain-Nya.

"Sesungguhnya orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami adalah mereka yang apabila diperingatkan dengan ayat-ayat itu mereka segera bersujud seraya bertasbih dan memuji Rabbnya, dan mereka tidaklah sombong. Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya dan mereka selalu berdoa kepada Rabbnya dengan penuh rasa takut dan harap, serta mereka menafkahkan apa-apa rezeki yang Kami berikan". (QS. As Sajdah : 15-16)

10.Khusyu'

Katakanlah : "Berimanlah kamu kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata : "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi." Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu'.
(QS. Al Isra : 107-109)

Imam Hasan Al Banna di dalam usul isyrin berkata :

Iman yang sejati, ibadah yang sahih dan mujahadah dalam beribadah dapat memancarkan cahaya dan menghasilkan manisnya beribadah yang dicurahkan oleh Allah ke dalam hati hambaNya yang dikehendaki Allah.(Prinsip ke-3)


IV.Khatimah

Semua uraian di atas adalah kriteria taqwa, sebagaimana dijelaskan di dalam banyak ayat bahwa tujuan dari ibadah adalah untuk membentuk manusia bertaqwa.

"Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa" (QS. Al Baqarah : 21)

Ketaqwaan kepada Allah memberikan kemudahanan dalam segala urusan, keberhasilan, dan keberuntungan di dunia dan di akhirat.

"dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya". (QS.At Thalaq : 4)

"Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa". (QS. Thaha : 132)


Maroji

a. Haqiqatut-Tauhid, Dr. Yusuf Qaradhawi.
b. Majmu Fatawa Ibnu Taimiyah
c. Shohih Bukhori Muslim
d. Al Ibadah Fil Islam, Dr. Yusuf Qaradhawi
e. Al-Usul Al-Isrin, Hasan Al Banna